BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Meskipun islam
datang dan berkembang di Indonesia telah lebih 5 abad, namun pemahaman dan
penghayatan keagamaan kita masih tarik-menarik antara nilai-nilai luhur islam
dengan budaya lokal .
Dalam merespon
budaya yang berkembang di masyarakat tentang budaya tradisional, secara umum islam di bedakan menjadi dua yaitu:
1.
Kaum muda, kaum
muda ulama mendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan praktek
keagamaan nusantara,
2.
Kaum tua, ulama
yang menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh kaum muda dan
mempertahankan sistem keagamaan indonesia yang di nilai telah mapan.
Dengan
demikian sejalan dengan makin berkembangnya globalisasi yang muncul pada masa
kini, maka pemuda-pemuda islam sudah saatnya kita bangun dan berfikir tentang
kemajuan dunia, sehingga kita mampu menguasai segala bidang di antaranya
teknologi, politik, ekonomi dn bidang lainnya, dan mampu bersaing dengan
negara-negara dunia, dan kita harapan bersama kemajuan itu akan kita gapai,
dalam kontek menjunjung tinggi moralitas islam itu sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam dalam makalah metodelogi Studi Islam ini "Islam dan Dunia
Kntemporer adalah:
1.
Apa sasaran yang
ingin dicapai agar islam tidak tertinggal jauh dengan bangsa-bangsa barat.
2.
Usaha apa saja
yang harus dilakukan ummat islam agar umat islam mampu menguasai
teknologi-teknologi canggih.
3.
Apa saja
faktor-faktor yang menghambat islam tertinggal jauh dengan bangsa-bangsa barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ISLAM DAN
TRADISI DI INDONESIA SEKARANG
Meskipun islam
datang dan berkembang di Indonesia, lebih dari lima abad, pemahaman dan
penghayatan keagamaan kita masih cenderung sinkretik, tarik menarik antara
nilai-nilai luhur Islam dengan budaya lokal.
Meskipun
banyak pendapat kritik dari banyak pihak, Cillfford Geertz di pandang telah
berhasil mengkategorisasi Islam di Indonesia dalam bukunya. Yang sering dirujuk
para penulis sesudahnya yaitu the religion of java.
Kategorisasinya
yang banyak dikritik banyak peneliti sesudahnya adalah Priyayi, santri, dan
abangan. Kategorisasi tersebut pandang "keliru" karena patokan
(ugeran) yang digunakan di nilai tidak konsisten. Priyayi tidaklah sama dengan
kategori santri dan abangan. Priyayi adalah kelas sosial yang lawannya adalah
wong cilik atau proletar. Oleh karena itu, baik dalam golongan santri maupun
dalam golongan abangan terhadap priyayi (elite) maupun wong cilik. Kritik tersebut,
antara lain dikemukakan oleh zaini muchtarom dalam karyanya, santri dan abangan
di jawa (1988).
Paling tidak
di Indonesia terdapat dua penelitian yang dilakukan secara mendalam yang
menjelaskan hubungan tradisi lokal dengan Islam.[1] Pertama,
penelitian yang dilakukan Clifford Geertz di Mojokuto yang hasil penelitiannya.
Pertama kali diterbitkan di Amerika pada tahun
1960. Kedua, penelitian yang dilakukan Woward M. Federspiel tentang
persatuan Islam (PERSIS) yang diterbitkan di New York pada (1970). Buku yang
kedua ini telah dialih bahasakan kedalam bahasa Indonesia oleh Yudian W. Asmin
dan Afandi Mochtar dengan judul persatuan Islam: pembaharuan Islam di Indonesia
abad XX (1996).
Dalam dua
karya tersebut dielaborasi tradisi yang berkembang ketika itu Cilford Geertz
(1964: 16-25), misalnya menggambarkan kepercayaan masyarakat pada dunia metafisik
seperti kepercayaan masyarakat terhadap memedi, telembut, dan demit (dedemit
sunda) yaitu tingkeban (upacara yang dilakukan ketika seorang istri telah
hamil. Tujuh bulan dalam tradisi orang sunda, kebiasaan ini disebut tujuh
bulan), dalam tradisi orang sunda, kebiasaan ini disebut nujuh bulan; babaran
atau brokokan (upacara kelahiran itu sendiri) pasaran (upacara yang dilakukan
lima hari setelah melahirkan) dan pitonah (selametan yang dilakukan tujuh bulan
setelah lahir). Di samping itu, masih ada upacara lain yang dilakukan atau
tidak, yaitu telonan (upacara tiga bulan kehamilan pertama), selapan ( upacara
satu bulan setelah melahirkan) menjelaskan bahwa slametan bisa diberikan hampir
pada setiap peristiwa, kelahiran, perkawinan, sihir kematian, pindah rumah,
mimpin buruk, panen pergantian nama. Pembukaan pabrik, sakit permohonan pada
roh peundung desa, khitanah, dan permulaan persemuan politik.
Amaliah
keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan denan
menyedaikan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar,
upacara kelahiran yang biasa nya dilakukan seminggu setelah melahirkan dan
sekaligus memberi nama anak yang dilahirkan dengan membaca Al-Barjanzi.
Pengantian nama anak biasanya dilakukan karen anak yang bersangkutan sering
sakit, dan anak tersebut akan sembuh apabila namanya diganti dalam pengantian
namapun dilakukan selametan lagi.
Kebiasaan
membaca kitab A-Barjanzi dilakukan dalam berbagai kegiatan slametan; mulai dari
slametan pemberian nama anak yang baru lahir, hingga mauludan (memperingati
hari lahirnya Nabi Muhammad Saw). Suatu
kenyataan logis adalah banyak santri yang hafal diluar kepala beberapa bagian
kitab al-Barjunzi karena seringnya kitab tersebut di baca secara berulang-ulang
dengan demikian elaborasi tentang tradisi yang dilakukan oleh Cliford Geertz
dan Howard M. Federpiel masih relavan untuk dijadikan bahan rujukan.
Dalam
merespons tradisi yang berkembang di masyarakat tersebut, secara umum (Islam
dapat dibedakan menjadi dua)[2] pertama,
"Kaum tua", dan kedua, "kaum muda". "kaum muda"
adalah ulama pendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik
keagamaan di nusantara. Sedangkan "kaum tua" adalah ulama yang
menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh "kaum muda" dan
mempertahankan sistim keagamaan di Indonesia yang dimulai telah mapan.
'Kaum tua"
meyakini bahwa kebenaran yang dikemukakan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman
klasik dan zaman pertengahan seperti al-Ghazali, al-asyari, dan al-maturidi
dalam bidang teologi dan imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam bidang hukum
Islam tidak berubah. Bagi kaum tua kebenaran tidak perlu dikaji ulang, sebab
kebenaran tidak pernah di ubah karena perubahan waktu, dan kondisi (Howard M.
Rederspiel, 1996: 60)
Sedangkan
"kaum muda" bersikap sebaliknya mereka menetang keras praktik-praktik
tasawuf, ketaatan kepada mazhab-mazhab teologi dan hukum Islam, upacara ritual
yang tidak otoritatif dan doa yang dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang aru
meninggal dunia. (Howard M. Rederspiel, 1996: 60) dengan masih berkembangnya
tradisi-tradisi seperti yang saya sebutkan di atas, terutama dalam praktik
keagamaan masyarakat di pedesaan menunjukkan dominasi "kaum tua"
masih cukup lestari dan masih cukup
kuat.
Dalam konteks
tradisi lokal, ulama terbagi menjadi "kaum tua" dan "kaum
wanita", sedangkan dalam konteks global respon pertama merupakan respons.
Tradisi atau konservatif, sedangkan respons kedua merupakan respons modernis
duahal tersebut tradisionalis dan modernis, kita bicarakan dalam bagian
berikut.
Begitu juga
dengan upacara kematian, di daerah betawi terdapat tradisi yang sangat berbeda dengan
tradisi bandung . di betawi, apabila
seorang meninggal, keluarga tersebut
menyelenggarakan pembacaan Al-Qur'an yang lamanya bergantung pada usia yang
meninggal dan kelas ekonomi keluarga yang meninggal apabila yang meninggal
seorang anak yang belum dewasa, pembacaan Al-Qur'an dilakukan selama tiga malam
sedangkan apabila yang meninggal sudah dewasa pelaksanaan pembacaan al-Qur'an bergantung pada kelas ekonomi yang meninggal.
Apabila ekonomi keluarga yang meninggal tergolong kelas menengah kebawah,
pembacaan al-Qur'an dilaksanakan selama tujuh malam dan dilaksanakan di rumah
yang meninggal dunia. Sedangkan apabila ekonomi keluarga yang meninggal
termasuk kelas menengah keatas, pembacaan al-Qur'an dilakukan selama tujuh hari
tujuh malam, dan biasanya dilaksanakan di makam (kober). Ada pula yang lebih
dari itu, terutama jika keluarga yang meninggal termasuk keluarga terhormat
pada keluarga seperti ini, pembacaan al-Qur'an dilakukan selama empat puluh
malam (tetapi peristiwa ini sekarang jarang terjadi).
B.
REAKSI
PEMIKIRAN ISLAM TERHADAP GLOBALISASI
Sekarang ini
duni dengan perkembangan muktakhir di bidang teknologi komunikasi hampir tidak
memiliki batas yang jelas satu peristiwa yang sedang terjadi di eropa atau
amerika serikat. Secara langsung kita dapat menyaksikannya di rumah kita
sendiri di Indonesia, sayangnya, seperti yang telah dielaborasikan dalam
pembahasan mengenai sumbangan Islam terhadap peradapan dunia, umat Islam
sekarang ini berada pada posisi yang sangat menghawatirkan, diantara mereka
masih ada yang belum mampu mengoprasikan komputer, internet, dan beberapa
produk teknologi lainnya.
Karena rendah
dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat Islam menjadi
kelompok yang terbelakang mereka hampir
di identikkan dengan kebodohan, kemiskinan dan tidak berperadapan sedangkan
sisi lain umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi pertanian atas
dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama
lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu
tradisionalis, modernis, revivalis, dan trans formatif. Penjelasan
masing-masing kecenderungan tersebut dapat diikuti pada bagian berikut.
1.
Trandisionalis
Pemikiran
tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana
Tuhan. Hanya tuhan yang maha tau tentang arti dan hikmah di balik kemunduran
dan keterbelakangan umat Islam.[3] Kemunduran dan
keterbelakangan umat islam di nilai sebagai "ujian" atas keimanan,
dan kita tidak tau malapetaka. Apa yang akan terjadi di balik kemajuan dan
pertumbuhan umat manusia (mansour fakih dalam ulumul Qur'an, 1997: 11) yakni
bahwa manusia harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk
sebelumnya. Paham jabariyah yang dilanjutkan oleh aliran Asy'ariah ini
menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki free will untuk menciptakan sejarah
mereka sendiri.
Banyak
diantara mereka yang dalam faktor kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan
yang sangat modern dan mengasosiasikan diri sebagai golongan modernis namun
ketika kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia,
mereka sesungguhnya lebih banyak dikategorikn sebagai golongan tradisionalis.
2.
Modernis
Dalam
masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha
untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk di sesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karena itu, modern (modernis, pelaku) lebih mengacu pada
dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi
lama di nilai "tidak relavan".
Kaum modernis
percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan
sikap metal, budaya, atau teknologi mereka, pandangan kaum modernis merujuk
pada pemikiran modernismuktazillah yang cenderung bersifat antroposentris
dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu ushul al-khamsah. Akar teologi
muktazilah dalam bidang af'al al-'ibad (perubahan manusia) adalah qadariyah
sebagai anti tesis dari jabariyah di dantara mereka adalah Muhammad Abduh di
mesir dan muthafa kamal attatruk di turki. Oleh karena itu mereka juga dikenal
sebagai golongan purifikasi.
Asumsi dasar
hukum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat islam karena mereka melakukan
sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, mereka cenderung
melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas, budaya dan paham teologi sebagai
pokok permasalahan mereka menganjurkan agar kaum tradisionalis mengubah teologi
mereka, dari teologi jabariyah kepada teologi rasional dan kreatif yang cocok
dengan globalisasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang handal, melalui
pendidikan dengan menciptakan sekolah unggulan.
3.
Revivalis
–Fundamentalis
Kecenderungan
umat islam ketiga dalam menghadapi glibalisasi adalah revivalis. Revivalis
menjelaskan faktor alam (internal) dan faktor luar (eksternal) sebagai dasar
analisis tentang kemunduran umat islam. Bagi revivalis, umat islam terbelakang
karena mereka justru menggunakan idiologi atau "isme" lain sebagai
dasar pijakan dari pada menggunakab
al-Qur'an sebagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa
al-Qur'an pada dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan
sempurna sebagai dasar bermasyarakat dan bernegara. Karena itulah, mereka juga
disebut kaum fundamentalis; mereka di pinggirkan oleh kaum devolopmentalis
karena dianggap sebagai ancaman bagi kapitalisme, dengan demikian, revivalis
bagi kalangan develop mentalis, indentik dengan fundamentalis.
4.
Transformatif
Gagasan trans
formatif merupakan alternatif dari
ketiga respons umat islam di atas, mereka (penggagas trans formatif) percaya
bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidakadilan sistim dan
struktur ekonomi, politik, dan kultur. Oleh karena itu agenda mereka adalah
melakukan transformatif terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara
pundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur.
Demikian kita
telah mengetahui empat respon umat islam terhadap globalisasi, yaitu
konservatif-tradisional, modernis, revivalis-funda mentalis, dan tranformatif.
Sedangkan sebelumnya, kita telah melihat respon umat islam terhadap tradisi lokal Indonesia, sebagai telah dikatakan di
atas bahwa respons umat islam terhadap tradisi dapat dibedakan menjadi dua:
kaum tua dan kaum muda. Kaum tua adalah kelompok yang cenderung membiarkan dan
bahkan melestarikan tradisi, sedangkan kaum muda sebaliknya cenderung menentang
tradisi dan ingin membersihkan praktik islam dari pengaruh bid'ah dan khurafah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Meskipun islam
datang dan berkembang di Indonesia lebih 5 abad pemahaman dan penghayatan
keagamaan kita masih cenderung sinkretik, tolak-menolak antara nilai-nilai
luhur Islam.
2.
Dalam merespon tradisi
dan bekembang di masyarakat secara umum masih, umat islam dapat dibedakan
dengan budaya sekarang.
3.
Islam di
Indonesia tidak luput dari tradisi masa lalu yang masih di terapkan dalam
kehidupan masyarakat sekarang.
4.
Pemikiran islam
terhadap globalisasi sekarang duia sangat berkembang mutathir teknologi
komuniksi hampir tidak memiliki batas yang jelas dan berada di dalam posisi
mengkhawatirkan.
5.
Terjadinya reaksi
terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain secara umum reaksi ini dapat di
bedakan menjadi 4 yaitu:
a.
Tradisionalis
yaitu kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana Tuhan.
b.
Modernis yaitu
moderisme mengandung arti pemikiran aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah
paham-paham dan intitut-intitut lama untuk disesuaikan dengan usaha baru yang di
timbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c.
Revivalis-fundamentalis
yaitu kecenderungan umat islam ketika menghadapi globalisasi menjelaskan faktor
dalam (internal) dan luar (Eksternal) sebagai analisis tentang kemunduran
islam.
d.
Transformatif
yaitu gagasan respon dari kemunduran islam transformatif percaya bahwa
keterbelakangan islam disebabkan oleh ketidak adilan, sistim struktur, ekonomi,
politik, dan kultural.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd Halum, M.A. Drs. Metodelogi
Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 1999 cet 1